Hikayat: Hadiah Pahala Amal untuk Mayit
Hadis di atas adalah sesuai dengan cerita Tsabit al-Banani, Semoga Allah merahmatinya: Tsabit al-Banani selalu berziarah ke kuburan setiap malam Jumat. Disana ia bermunajat kepada Allah sampai Subuh. Ketika ia sedang dalam munajatnya, ia merasa ngantuk dan bermimpi
kalau seluruh penghuni kuburan itu keluar dari kuburan mereka dengan mengenakan pakaian yang paling bagus dan dengan wajah- wajah yang cerah senang. Kemudian ada sebuah hidangan beraneka warna makanan untuk
masing-masing dari mereka. Tiba- tiba di antara mereka ada seorang mayit pemuda yang pucat sedih wajahnya, yang amburadul rambutnya, yang sedih hatinya, yang usang pakaiannya, yang menundukkan kepalanya, dan yang menetaskan air mata. Tidak ada satu hidangan pun di datangkan untuknya. Para penghuni kuburan kembali ke kuburan mereka dengan perasaan senang dan bahagia. Sedangkan
mayit pemuda itu kembali dengan putus asa, susah dan bersedih hati.
Kemudian Tsabit al-Banani menanyainya perihal apa yang sedang terjadi pada pemuda itu: “Hai pemuda! Apa statusmu di kalangan para penghuni kuburan lainnya? Mereka mendapatkan hidangan enak dan kembali ke
kuburan dengan perasaan senang sedangkan kamu tidak mendapati satu hidangan pun dan kembali dengan perasaan putus asa dan bersedih hati” Pemuda itu menjawab, “Wahai Imam muslimin! Sesungguhnya aku adalah orang asing di kalangan mereka. Tidak ada
seorangpun (dari orang-orang yang masih hidup) mengingatku dengan melakukan kebaikan dan mendoakanku. Sedangkan mereka para penghuni kuburan lain memiliki anak-anak, kerabat- kerabat dan teman-teman bergaul yang mengingat dengan mendoakan mereka, berbuat kebaikan dan bersedekah untuk mereka di setiap malam Jumat. Kebaikan-kebaikan dan pahala shodaqoh-shodaqoh itu sampai kepada mereka. (Ketika masih hidup. Pada saat itu,) aku hendak berhaji. Aku memiliki seorang ibu. Kita berdua menyengaja pergi haji
bersama. Ketika aku memasuki kota (dimana kuburannya berada), Allah mencabut nyawaku. Lalu ibu menguburkan jasadku di tempat penguburan ini. Setelah kematianku, ia menikah
dengan laki-laki lain hingga ia lupa denganku dan tidak mengingatku lagi dengan cara
mendoakan dan bersedekah karenaku. Aku merasa putus asa dan bersedih hati setiap waktu.” Kemudian Tsabit al-Banani bertanya, “Hai pemuda! Beritahu aku dimana ibumu tinggal. Aku akan memberitahunya tentangmu
dan keadaanmu.” Pemuda itu menjawab, “Wahai Imam muslimin! Ia berada di kampung ini dan desa ini. Beritahu ibuku tentangku dan
keadaanku. Jika ia tidak mempercayaimu, maka katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya di saku bajumu ada 100 mistqol emas peninggalan suamimu yang merupakan bagian warisan untuk anakmu. Maka ia nantinya akan
mempercayaimu!
Di hari kemudian, Tsabit al- Banani mendatangi kampung yang dimaksudkan dan mencari
ibu pemuda itu. Tidak lama kemudian, ia menemukannya dan memberitahunya tentang keadaan anaknya dan tentang 100 mitsqol
perak yang berada di saku bajunya. Kemudian si ibu pun jatuh pingsan. Ketika ia tersadar dari pingsannya, maka ia menyerahkan 100 mitsqol perak itu kepada Tsabit dan berkata:
“Aku wakilkan kamu untuk bersedekah dengan uang-uang dirham ini sebagai kiriman untuk
anakku yang telah mati.” Kemudian Tsabit al-Banani menerima 100 mitsqol itu dan mensedekahkannya karena pemuda itu.
Pada malam Jumat berikutnya tiba, Tsabit al-Banani (seperti biasa) menziarahi saudara- saudaranya di kuburan itu. Saat berziarah, ia merasa ngantuk dan memimpikan sebuah mimpi yang sama seperti mimpi sebelumnya.
Di dalam mimpinya itu, ia melihat mayit pemuda itu telah mengenakan pakaian yang bagus, wajah yang cerah senang dan hati
yang bahagia. Kemudian pemuda itu berkata:
“Wahai Imam muslimin! Semoga Allah mengasihimu sebagaimana kamu telah mengasihiku.” Dari cerita di atas, sudah
jelas bahwa orang yang sudah mati akan merasa tersakiti karena perlakukan buruk orang yang
masih hidup dan akan senang karena perlakukan baik dari orang yang masih hidup.