Sharing Ramadhan: Iman Yang Paling Luar Biasa

Hikayat: Batu Penyelamat
Diceritakan pada suatu hari orang-orang kafir berkumpul di rumah Abu Jahl. Tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki bernama Thorik as-Soidlani. Ia berkata: “Sungguh mudah membunuh Muhammad jika kalian setuju
dengan usulanku.” “Bagaimana itu? Hai Thorik!?” tanya orang-orang. “Muhammad kini sedang bersandaran di tembok Ka’bah. Kalau salah satu dari kita berangkat dan menjatuhinya batu besar dari atas Ka’bah maka seketika ia akan mati,” jelas Thorik. Kemudian ada seorang laki-laki yang bernama Syihab berdiri dan berkata; “Kalau kalian mengizinkanku
maka aku akan membunuh Muhammad”. Kemudian orang-orang pun mengizinkan Syihab untuk melakukan usulan Thorik tadi.
Saat Syihab telah sampai di Ka’bah, ia naik ke atasnya dengan membawa batu besar. Kemudian ia menjatuhkannya ke arah tepat
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Tiba-tiba dari tembok Ka’bah, keluarlah sebuah batu
yang menahan batu besar yang dijatuhkan itu di udara hingga Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallama pun berdiri dan berpindah dari tempatnya. Setelah beliau berpindah dari tempatnya, baru batu besar itu jatuh ke tanah dan batu yang keluar dari tembok Ka’bah pun juga kembali ke tempat semula. Melihat kejadian itu, Syihab sangat heran. Kemudian ia turun dari Ka’bah dan mendatangi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Kemudian ia masuk Islam dan keislamannya pun menjadi
bagus. Begitu juga, Thorik dan orang-orang yang melihat mukjizat ini akhirnya masuk islam.
Beriman kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama di akhir zaman merupakan salah
derajat keimanan yang paling utama karena orang-orang yang hidup di akhir zaman menetapi keimanan dan Islam tanpa disertai pernah melihat Rasulullah shollallahu ‘alahi wa sallama secara langsung dan melihat mukjizat-mukjizatnya

Sharing Ramadhan: Hikmah Sakit

Hikayat: Laki-laki Fasik dari Bani Israil

Diceritakan bahwa pada zaman Bani Israil, ada seorang laki-laki yang fasik dan yang banyak dosa. Ia tidak mau berhenti dari kefasikannya. Para penduduk di tempat dimana ia tinggal juga tidak mampu menghentikan kefasikannya. Mereka memohon kepada Allah
atas kefasikan laki-laki itu. Kemudian Allah memberikan wahyu kepada Musa ‘alaihi as- salam “Sesungguhnya di antara Bani Israil ada seorang laki-laki fasik. Usir ia dari tempat tinggal mereka agar siksaan api tidak menimpa
mereka!” Kemudian Musa ‘alaihi as-salam
mendatangi laki-laki itu dan mengusirnya. Setelah diusir, Laki- laki itu pergi ke sebuah desa. Allah memerintahkan Musa ‘alaihi as- salam mengusirnya dari desa itu. Musa ‘alaihi as-salam pun mengusirnya dari desa itu. Laki-
laki itu keluar lagi pergi menuju padang luas dan menuju tempat yang tidak ada penghuninya, tidak ada burung berterbangan, dan tidak ada binatang-binatang lain.
Beberapa waktu kemudian, laki- laki itu jatuh sakit di tempat tersebut. Tidak ada seseorang pun yang di dekatnya yang bisa menolongnya. Karena saking sakitnya, ia pun jatuh ke tanah. Di tengah-tengah menderita sakit, laki-laki itu berkata: “Ya Allah! Andai ibuku berada di
sampingku niscaya ia akan mengasihaniku dan menangisi betapa hinanya diriku. Andai bapakku berada di sampingku niscaya ia akan menolongku, memandikanku dan juga mengkafaniku. Andai istriku berada di sampingku niscaya ia akan menangis karena berpisah dariku. Andai anak-anakku berada
di sampingku niscaya merek semua akan menangis di belakang jenazahku dan berkata, ‘Ya Allah! Ampunilah bapakku yang
terasingkan, yang lemah, yang banyak maksiat, yang fasik, yang terusir dari kota ke kota, dari kota ke desa, dan dari desa ke padang luas. Ia keluar dari dunia menuju akhirat dengan kondisi putus asa dari segala sesuatu kecuali dari rahmat-Mu.” Laki-laki itu melanjutkan dengan berdoa, “Ya Allah! Apabila Engkau memisahkanku dari ibuku, anak- anakku, dan istriku maka janganlah Engkau memisahkanku dari rahmat-Mu. Dan apabila Engkau membakar hatiku dengan berpisah dari mereka maka janganlah Engkau membakarku dengan api neraka-Mu karena kemaksiatanku!”
Kemudian Allah mengutus untuknya bidadari yang menjelma menjadi ibunya, bidadari yang
menjelma menjadi istrinya, mengutus anak-anak kecil surga yang menjelma menjadi anak- anaknya, dan satu malaikat yang menjelma menjadi bapaknya. Mereka semua duduk di samping laki-laki itu dan menangisinya
seolah-olah mereka itu adalah anak-anaknya, istrinya, ibunya dan bapaknya yang hadir di
sampingnya. Kemudian hati laki- laki itu pun menjadi lega dan ia berdoa: “Ya Allah! Janganlah Engkau memutuskanku dari rahmat-Mu.
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Kemudian laki-laki itu mati menuju kepada Allah dengan keadaan suci dari dosa-dosa dan terampuni. Kemudian Allah memberi wahyu kepada Musa, “Hai Musa! Pergilah ke padang luas ini dan tempat ini. Disana ada seorang kekasih yang mati dari kalangan para kekasih- Ku. Mandikan ia! Kafani ia! Dan Sholati ia!” Ketika Musa AS telah sampai di tempat yang diwahyukan, ia melihat laki-laki yang ia pernah mengusirnya dari kota dan dari
desa sesuai dengan perintah Allah. Musa ‘alaihi as-salam juga melihat para bidadari menangisinya. Kemudian Musa berkata: “Ya Allah! Bukankah ia adalah laki-laki fasik yang aku usir dari kota sesuai perintah-Mu?”
Allah menjawab “Iya! Hai Musa! Tetapi aku telah mengasihinya dan mengampuni dosa-dosanya sebab rintihannya saat sakit, dan
sebab terpisahnya ia dari tempat tinggal, kedua orang tua, anak- anak dan istri. Kemudian Aku
mengutus para bidadari yang menjelma menjadi ibunya dan malaikat yang menjelma menjadi
bapaknya karena mengasihi betapa hinanya dirinya dalam keasingannya. Sesaat ketika laki-
laki terasing itu mati, para penduduk langit dan bumi menangisinya karena kasihan dengannya. Lantas pantaskah aku tidak mengasihinya padahal Aku adalah Dzat Yang Paling Mengasihi?

Sharing Ramadhan: Keutamaan Surat Al-Ikhlas

Hikayat: Al-Ikhlas adalah Pelebur Hutang
Diceritakan sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama sedang duduk di pintu kota Madinah. Tiba-tiba ada jenazah mayit laki-laki lewat yang digotong oleh orang-orang. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama bertanya: “Apakah mayit itu masih memiliki
kewajiban hutang?” Orang-orang menjawab, “Ia masih memiliki kewajiban membayar hutang 4 (empat) dirham.” “Sholatilah sendiri mayit itu! Karena aku tidak mau mensholati orang yang ketika masih hidup memiliki kewajiban membayar hutang 4 (empat) dirham. Kemudian ia mati dan belum membayarnya.” kata Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.
Kemudian Malaikat Jibril turun menemui Rasulullah dan berkata, “Hai Muhammad! Allah
menitipkan salam untukmu. Dia berkata, ‘Aku mengutus Jibril dengan menjelma seorang
manusia dan membayarkan hutang mayit itu.’ Dia juga berkata ‘Berdirilah dan sholatilah mayit
itu karena ia telah diampuni. Barang siapa mensholati jenazah mayit itu maka Allah akan
mengampuninya. “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bertanya, “Hai saudaraku, Jibril! Darimana mayit itu mendapatkan kemuliaan ini?” Jibril menjawab, “Karena ia setiap hari membaca Surat al-Ikhlas 100 kali karena Surat itu mengandung sifat-sifat Allah dan pujaan-pujaan untuk-Nya. Allah berkata, ‘Barang
siapa membaca Surat al-Ikhlas satu kali seumur hidup maka ia tidak akan keluar dari dunia
kecuali ia akan melihat tempatnya di surga, terutama, barang siapa membacanya di sholat-sholat lima waktu setiap hari sedemikian kali
maka kamu akan mensyafaatinya besok di Hari Kiamat dan mensyafaati seluruh kerabatnya,
yaitu orang-orang yang telah ditetapkan masuk neraka terlebih dahulu.”

Sharing Ramadhan: Mengasihi Mayit

Hikayat: Hadiah Pahala Amal untuk Mayit
Hadis di atas adalah sesuai dengan cerita Tsabit al-Banani, Semoga Allah merahmatinya: Tsabit al-Banani selalu berziarah ke kuburan setiap malam Jumat. Disana ia bermunajat kepada Allah sampai Subuh. Ketika ia sedang dalam munajatnya, ia merasa ngantuk dan bermimpi
kalau seluruh penghuni kuburan itu keluar dari kuburan mereka dengan mengenakan pakaian yang paling bagus dan dengan wajah- wajah yang cerah senang. Kemudian ada sebuah hidangan beraneka warna makanan untuk
masing-masing dari mereka. Tiba- tiba di antara mereka ada seorang mayit pemuda yang pucat sedih wajahnya, yang amburadul rambutnya, yang sedih hatinya, yang usang pakaiannya, yang menundukkan kepalanya, dan yang menetaskan air mata. Tidak ada satu hidangan pun di datangkan untuknya. Para penghuni kuburan kembali ke kuburan mereka dengan perasaan senang dan bahagia. Sedangkan
mayit pemuda itu kembali dengan putus asa, susah dan bersedih hati.
Kemudian Tsabit al-Banani menanyainya perihal apa yang sedang terjadi pada pemuda itu: “Hai pemuda! Apa statusmu di kalangan para penghuni kuburan lainnya? Mereka mendapatkan hidangan enak dan kembali ke
kuburan dengan perasaan senang sedangkan kamu tidak mendapati satu hidangan pun dan kembali dengan perasaan putus asa dan bersedih hati” Pemuda itu menjawab, “Wahai Imam muslimin! Sesungguhnya aku adalah orang asing di kalangan mereka. Tidak ada
seorangpun (dari orang-orang yang masih hidup) mengingatku dengan melakukan kebaikan dan mendoakanku. Sedangkan mereka para penghuni kuburan lain memiliki anak-anak, kerabat- kerabat dan teman-teman bergaul yang mengingat dengan mendoakan mereka, berbuat kebaikan dan bersedekah untuk mereka di setiap malam Jumat. Kebaikan-kebaikan dan pahala shodaqoh-shodaqoh itu sampai kepada mereka. (Ketika masih hidup. Pada saat itu,) aku hendak berhaji. Aku memiliki seorang ibu. Kita berdua menyengaja pergi haji
bersama. Ketika aku memasuki kota (dimana kuburannya berada), Allah mencabut nyawaku. Lalu ibu menguburkan jasadku di tempat penguburan ini. Setelah kematianku, ia menikah
dengan laki-laki lain hingga ia lupa denganku dan tidak mengingatku lagi dengan cara
mendoakan dan bersedekah karenaku. Aku merasa putus asa dan bersedih hati setiap waktu.” Kemudian Tsabit al-Banani bertanya, “Hai pemuda! Beritahu aku dimana ibumu tinggal. Aku akan memberitahunya tentangmu
dan keadaanmu.” Pemuda itu menjawab, “Wahai Imam muslimin! Ia berada di kampung ini dan desa ini. Beritahu ibuku tentangku dan
keadaanku. Jika ia tidak mempercayaimu, maka katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya di saku bajumu ada 100 mistqol emas peninggalan suamimu yang merupakan bagian warisan untuk anakmu. Maka ia nantinya akan
mempercayaimu!

Di hari kemudian, Tsabit al- Banani mendatangi kampung yang dimaksudkan dan mencari
ibu pemuda itu. Tidak lama kemudian, ia menemukannya dan memberitahunya tentang keadaan anaknya dan tentang 100 mitsqol
perak yang berada di saku bajunya. Kemudian si ibu pun jatuh pingsan. Ketika ia tersadar dari pingsannya, maka ia menyerahkan 100 mitsqol perak itu kepada Tsabit dan berkata:
“Aku wakilkan kamu untuk bersedekah dengan uang-uang dirham ini sebagai kiriman untuk
anakku yang telah mati.” Kemudian Tsabit al-Banani menerima 100 mitsqol itu dan mensedekahkannya karena pemuda itu.
Pada malam Jumat berikutnya tiba, Tsabit al-Banani (seperti biasa) menziarahi saudara- saudaranya di kuburan itu. Saat berziarah, ia merasa ngantuk dan memimpikan sebuah mimpi yang sama seperti mimpi sebelumnya.
Di dalam mimpinya itu, ia melihat mayit pemuda itu telah mengenakan pakaian yang bagus, wajah yang cerah senang dan hati
yang bahagia. Kemudian pemuda itu berkata:

“Wahai Imam muslimin! Semoga Allah mengasihimu sebagaimana kamu telah mengasihiku.” Dari cerita di atas, sudah
jelas bahwa orang yang sudah mati akan merasa tersakiti karena perlakukan buruk orang yang
masih hidup dan akan senang karena perlakukan baik dari orang yang masih hidup.

Sharing Ramadhan: Keutamaan Abu Bakar Assiddiq

Hikayat: Gigitan Anjing yang Beriman Kepada Allah dan Rasul-Nya

Berdasarkan hadis ini, ada sebuah cerita dengan sanad yang bersambung kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: Suatu ketika kami sedang duduk di dekat Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallama. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari golongan sahabat mendatangi dan menghadap Rasulullah dengan
kondisi kedua betisnya berdarah. “Apa yang telah terjadi dengan kedua betismu?” tanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. “Aku melewati seekor anjing milik si Fulan yang munafik. Kemudian anjing itu menggigitku,” jawab laki-laki itu. “Duduklah,” kata Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallama. Kemudian laki-laki itu pun duduk di depan Rasulullah SAW.
Beberapa saat kemudian, datanglah seorang laki-laki lain dari golongan sahabat datang dan
menghadap Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallama dengan kondisi kedua betisnya berdarah. Ia berkata: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku melewati seekor anjing milik
si Fulan yang munafik. Kemudian anjing itu menggigitku,” kata laki- laki itu. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama pun segera berdiri dan berkata kepada para sahabatnya: “Antarkan kita melihat anjing ini agar kita bisa membunuhnya.” Kemudian semua sahabat berdiri. dan masing-masing membawa
pedang. Ketika mereka semua telah mendatangi anjing itu dan hendak memenggalnya maka
anjing itu tiba-tiba berdiri di hadapan Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallama dan berkata dengan bahasa yang fasih dan jelas:
“Janganlah kalian membunuhku. Sesungguhnya aku ini anjing yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.”
“Mengapa kamu menggigit kedua
laki-laki ini?” tanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ini adalah anjing yang
diperintahkan untuk menggigit siapa saja yang berkata kotor (Jawa: misuhi) tentang Abu Bakar
radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu,” jawab anjing. Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berkata, “Hai
kalian berdua (laki-laki). Apakah kalian mendengar apa yang dikatakan anjing ini?”
Dua laki-laki itu menjawab, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya kami bertaubat kepada Allah dan
minta maaf kepada Rasul-Nya.” Segala puji adalah milik Allah.

Shating Ramadhan: Kematian

Hikayat: Tangisan Sayyidina Usman RA karena Kuburan
Diriwayatkan dari Abu Bakar al-Ismaili dengan sanadnya dari Usman bin Affan radhiyallahu
‘anhu bahwa ketika disebutkan perihal tentang neraka kepada Usman maka ia tidak menangis.
Ketika disebutkan perihal tentang Kiamat kepadanya maka ia tidak menangis. Akan tetapi ketika disebutkan perihal tentang kuburan kepadanya maka ia menangis. Kemudian ia ditanya, “Mengapa anda demikian itu?
Wahai Amirul Mukminin!” Ia menjawab, “Sesungguhnya ketika aku berada di neraka maka aku akan bersama orang lain. Ketika
aku berada di Hari Kiamat maka aku juga akan bersama mereka. Tetapi ketika aku berada di
kuburan maka aku akan sendirian. Tidak ada seorangpun yang akan bersamaku di sana. Sesungguhnya kunci kuburan berada di tangan
Malaikat Isrofil. Ia akan membuka kuburan nantinya di Hari Kiamat.” Usman melanjutkan, “Barang siapa dunianya adalah penjara baginya maka kuburan adalah surganya. Barang siapa dunia adalah surga baginya maka kuburan adalah penjaranya. Barang siapa kehidupan di dunia adalah belenggu baginya maka kematian akan melepaskan belenggunya. Barang siapa meninggalkan kemewahan dunia
maka ia akan mendapati kemewahan itu di akhirat.” Usman berkata lagi, “Sebaik-baik
manusia adalah orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya dan yang membuat Tuhannya meridhoinya sebelum ia bertemu dengan-Nya dan yang meramaikan
kuburannya sebelum ia memasukinya.

Sharing Ramadhan: Keutamaan Shodaqoh

Hikayat: Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah dan 6 Dirham

Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia berkata kalau
Ali memberitahunya, “Suatu ketika, Ali pulang dari menemui Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dan menuju rumahnya sampai ia menemui Fatimah, putri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama. Ali melihatnya tengah duduk sambil memintal bulu dan Salman al-Farisi berada di depannya sambil mengulurkan bulu kepadanya. ‘Hai wanita mulia! Apakah kamu memiliki sesuatu yang dapat diberikan untuk makanan untamu?’ tanya Ali. “Demi Allah! Aku tidak memiliki apa-apa. Tetapi ini ada 6 (enam)
dirham yang aku dapatkan dari Salman karena memintal bulu dan aku berencana akan menggunakannya membeli makanan untuk Hasan radhiyallahu ‘anhu dan Husain
radhiyallahu ‘anhu,” jawab Fatimah. “Hai wanita mulia! Berikanlah 6 dirham itu kepadaku,” pinta Ali Karramallahu Wajhahu. Kemudian Fatimah memberikan 6 dirham itu di telapak tangan Ali. Kemudian Ali pergi keluar
membeli makanan. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri dan berkata: “Siapa yang akan menghutangi Allah Yang Maha Mengatur Segala
Urusan dan Yang Memenuhi Janji?”
Kemudian Ali mendekati laki-laki itu dan memberikan 6 dirham itu kepadanya.
Ali pun kembali pulang ke rumah Fatimah dengan tangan kosong. Ketika Fatimah melihatnya tanpa membawa apa-apa, ia pun
menangis “Wahai wanita mulia! Apa yang
membuatmu menangis?” tanya Ali.
“Mengapa kamu datang kembali dengan tangan kosong?” tanya Fatimah. “Wahai wanita mulia! Aku telah menghutangkan 6 dirham itu kepada Allah,” jawab Ali. “Sungguh kamu telah diberi
taufik,” kata Fatimah. Kemudian Ali keluar rumah hendak pergi menemui Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallama. Tiba-tiba ada seorang Baduwi yang sedang menuntun unta.
Kemudian Ali mendekatinya. “Hai bapak Hasan! Belilah untaku ini!” “Aku tidak punya harta buat membelinya,” “Aku menjual unta ini kepadamu
dengan transaksi jual beli ta’khir (membayar belakangan).” “Berapa harganya?”“100 dirham.”
“Baiklah! Aku beli.” Setelah unta itu terbeli, tiba-tiba ada Baduwi lain mendatangi Ali dan berkata: “Hai bapak Hasan! Apakah kamu
menjual untamu?” “Iya! Aku menjualnya”
“Berapa harganya?” “300 dirham.”
“Baiklah! Aku membeli untamu.” Kemudian Baduwi itu membayar kontan 300 dirham kepada Ali. Kemudian Ali memegang tali kendali yang terpasang pada unta dan menyerahkannya kepada Baduwi. Setelah menerima 300 dirham, Ali kembali ke rumah Fatimah radhiyallahu ‘anhu. Sesampai dirumah, Fatimah melihatnya dan ia tersenyum, kemudian berkata: “300 dirham apa ini? Hai bapak Hasan!”
“Hai putri Rasulullah! Aku membeli unta dengan membayar belakangan dengan harga 100 dirham. Kemudian aku menjual unta itu dengan harga 300 dirham dan dibayar kontan,” jelas Ali. “Sungguh kamu diberi taufik”
lanjut Fatimah. Setelah itu, Ali keluar hendak
menemui Rasulullah shollallahualaihi wa sallama. Ketika ia sampai di pintu masjid, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama
melihatnya dan tersenyum kepadanya. Ketika sudah saling berhadapan, beliau shollallahu
‘alaihi wa sallama berkata: “Hai bapak Hasan! Akankah kamu yang bercerita kepadaku atau aku yang bercerita kepadamu?” “Anda yang bercerita kepadaku. Wahai Rasulullah!” jawab Ali. Rasulullah bertanya, “Hai bapak Hasan! Apakah kamu mengenal orang Baduwi yang menjual unta kepadamu dan orang Baduwi yang
membeli unta darimu?” “Allah dan Rasul-Nya adalah lebih tahu,” jawab Ali. Rasulullah shollallahu ‘alahi wa sallama menjelaskan, “Beruntung sekali kamu! Hai Ali! Kamu
menghutangi Allah 6 dirham. Kemudian Allah memberimu 300 dirham sebagai ganti dari masing- masing 6 dirham adalah 50 dirham. Baduwi yang pertama adalah Jibril ‘alaihi as-salam dan Baduwi yang kedua adalah Isrofil
‘alaihi as-salam.” Dalam riwayat lain disebutkan
“Baduwi yang kedua adalah Mikail ‘alaihi as-salam.”

Sharing Ramadhan: Gambaran Surga & Neraka

Hikayat: Ketakutan dan Mati Setelah mendengar Ayat Allah

Diceritakan dari Manshur ibnu Ammar bahwa ia berkata, “Suatu ketika aku sedang berada
di salah satu jalan kota Kuffah karena melakukan perjalanan untuk melaksanakan ibadah haji. Pada satu malam yang gelap, aku
punya suatu hajat. Tiba-tiba ketika aku melewati salah satu rumah di sana, di tengah-tengah
malam, aku mendengar seseorang berkata, Ya Allah! Demi kemuliaan dan keagungan-Mu! Aku tidak ingin membangkang dari-Mu dengan melakukan kemaksiatan. Aku juga tidak lalai dari-Mu ketika melakukan kemaksiatan. Namun,
suatu kesalahan telah menimpaku dan aku terbujuk dengan ampunan-Mu yang luas kepadaku sehingga celakaku telah mengajakku kepada kemaksiatan. Kemudian aku terjerumus ke dalamnya karena kebodohanku. Sekarang aku mengharapkan dari anugerah-Mu Engkau menerima alasanku. Jika Engkau tidak menerimanya maka sungguh lama kesedihanku dalam siksa jika Engkau tidak mengasihiku.’ Ketika orang itu diam, maka aku membacakan nya ayat al-Quran; “Hai orang-orang yang beriman! Jagalah diri kalian sendiri dan
keluarga kalian dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Di sana terdapat para malaikat yang kasar dan kuat
yang tidak pernah membangkang dari perintah yang Allah perintahkan dan selalu melakukan
perintah yang diperintahkan kepada mereka.”
Kemudian aku mendengar jeritan keras, gemuruh dan gerak-gerak. Kemudian gerak-gerak itu diam. Setelah itu aku tidak mendengar
suara lagi. Kemudian aku menyelesaikan hajatku dan kembali ke tempatku.
Pagi harinya, aku kembali melewati jalan itu, tiba-tiba aku mendengar suara tangisan. Aku
melihat orang-orang saling menghibur atau takziah. Tiba-tiba ada seorang wanita tua sedang
menangis. Ternyata ia adalah ibu dari si mayit. Ia berkata, ‘Semoga Allah tidak membalas kebaikan kepada orang yang membacakan
ayat al-Quran yang mengandung penjelasan siksa kepada anakku yang (tadi malam) ia sedang sholat. Ketika ia mendengar ayat tersebut, ia merasa ketakutan dan jatuh mati.” Kemudian pada malam itu, aku memimpikan nya. Aku bertanya kepadanya, ‘Apa yang telah Allah perlakukan terhadapmu?’ ia menjawab, “Allah telah memperlakukanku sebagaimana
Dia memperlakukan orang-orang yang mati syahid di perang Badar.’ ‘Bagaimana bisa demikian?’ tanyaku kepadanya. Karena orang-orang syahid di perang Badar telah dibunuh
dengan (tebasan) pedang orang- orang kafir sedangkan aku telah dibunuh dengan tebasan pedang Allah Yang Maha Pengampun,’ jelasnya kepadaku.